Nava Lalita Lianto - Teks Resensi Janshen

 JANSHEN

Nama: Nava Lalita Lianto

Kelas: XI-R2


  1. Identitas buku

  • Judul buku: Janshen

  • Genre: Fiksi

  • Penulis: Risa Saraswati

  • Penerbit: PT. Bukune Kreatif Cipta

  • Alamat penerbit: Jln. Haji Montong No. 57, Ciganjur, Jagakarsa

  • Jumlah halaman: x+214 halaman

  • ISBN: 978-602-220-241-7B

  • Tahun terbit: 2017

  • Tema: Sejarah dan drama

  • Bahasa : Bahasa Indonesia


  1. Unsur intrinsik

Tokoh dan penokohan 

  1. Jan Garrelt Janshen: Pekerja keras dan bijaksana

  • “ Dia adalah seorang pedagang yang mencoba peruntungannya di Hindia Belanda. Bersama istrinya, Martha, ia membebaskan keempat anaknya untuk berbaur dengan siapa pun, termasuk anak-anak pribumi. Keluarga Janshen dikenal karena kebaikannya.” (hal. 34)


  1. Martha: Penyayang dan penyabar

  • “Dengan sabar, Martha terus mendampingi sang suami yang berkali-kali terjatuh dalam situasi mengkhawatirkan” (hal. 17)


  1. Maria Elizabeth Janshen: Murah hati dan pemalu

  • “Namun, Lizbeth juga murah hati. Dia selalu berbagi dengan adik-adiknya.” (hal.34)

  • “Sikap malu-malu Lizbeth membuat senyuman Martha semakin lebar.” (hal.67)


  1. Engel Annabele Janshen: Penyayang dan peka

  • “Diam-diam, Anna menarik tangan Reina. Bibirnya didekatkan ke telinga sang adik. “ Ada apa? kau baik-baik saja?” bisiknya.” (hal. 55)


  1. Margarethie Reina Janshen: Ceria dan emosional

  • “Reina mulai menangis. “Sepertinya aku tak bisa lagi berkawan dengan Satirah. Awalnya, anak itu sangat aneh, seperti menjaga jarak dengan diriku titik sikapnya tak seperti biasanya. Aku penasaran dan diam-diam mendatangi rumahnya…” Tangis Rieina pecah, tampak tak siap bercerita lebih lanjut.” (hal. 57)


  1. Jantje Heinrich Janshen: Lugu dan manja

  • ““Mama, aku tak mau makan sendiri. Suapin aku, Mama!” Jantje menjerit-jerit lucu.” (hal. 81)


  1. Robert Grunigen: Nakal dan petakilan

  • ““Oh, jadi ini si anak nakal! Papamu sering sekali menceritakan kebengalanmu padaku!” Garrelt terkekeh sambil mempersilahkan anak itu duduk.” (hal. 47


  1. Imas: Penyayang

  • “Ternyata, pegawai yang sempat ditemui oleh Satirah adalah Ibu Imas, salah seorang pembantu yang cukup akrab dengan Jantje. Jika anggota keluarga Janshen lain sedang sibuk, Jantje selalu bergantung pada wanita paruh baya itu. Membayangkan akan bertemu lagi dengan si pengasuh berhasil membuat Jantje gembira” (hal. 202)


  1. Satirah : Peduli dan rendah hati

  • ““Satirah anak baik, Anna. Dia juga sahabat yang sangat setia. Tapi aku tahu, persahabatannya denganku hanya akan memberinya masalah. Setelah hari itu, aku benar-benar menjauh darinya. Tak berusaha lagi mendekat kepadanya. Aku mengerti, selama ini dia coba menjaga jarak dariku, hanya untuk melindungiku.””  (hal. 97)


  1. Joshua Adden Kartasura: Pengkhianat dan muka dua

  • “Batin Satirah menjerit. Bagaimana mungkin sepupunya sekarang berubah menjadi orang yang keji dan tak kenal ampun? Dulu, Joshua Adden adalah seorang anak lelaki Indo yang sangat pintar, santun, dan baik hati. Sekarang, Joshua berubah menjadi agresif, meledak-ledak, dan sangat pendendam.” (hal. 200)


  1. Rebecca Grunigen: Pendiam

  • “Rebecca bukan orang yang banyak bicara. Sejak mereka tinggal di rumah itu, bisa dihitung berapa kali gadis cantik itu berbicara dengan mereka.” (hal. 178)


  • Alur: Mundur


  • Sudut pandang : Orang ketiga serba tahu


“Di Netherland, kehidupan keluarga itu tak seberuntung keluarga lain. Jan Garrelt Janshen dan istrinya harus rela berbagi tempat dengan tiga anak perempuan mereka dalam sebuah rumah kecil di pinggiran kota Amsterdam. Anak-anak itu tak bisa masuk sekolah bergengsi, mereka juga tidak bisa menikmati makanan mewah. Dan yang paling menyedihkan, anak pertama keluarga itu punya penyakit jantung yang memerlukan perawatan khusus. Tentu saja, biayanya tidak sedikit.” (hal. 2)


  • Latar/setting: 

Latar tempat

  1. Amsterdam

  • “Jan Garrelt Janshen dan istrinya harus rela berbagi tempat dengan tiga anak perempuan mereka dalam sebuah rumah kecil di pinggiran kota Amsterdam.” (hal. 2)

  1. Netherland

  • “Di Netherland, kehidupan keluarga itu tak seberuntung keluarga lain.” (hal. 2)

  1. Batavia

  • “Perjuangan laki-laki itu membuahkan hasil. Kehidupan keluarga Janshen menjadi lebih layak di Hindia Belanda. Maria Elizabeth Janshen, putri sulung keluarga itu juga mendapatkan pengobatan yang baik di Hindia Belanda, meski sesungguhnya lebih banyak dokter ahli di Netherland ketimbang di Batavia.” (hal.3)

  1. Bandung

  • “Akhirnya, keluarga itu memilih menetap di kota Bandoeng.” (hal. 7)

  1. Hindia Belanda 

  • Laki-laki paruh baya itu mencoba peruntungan dengan berdagang, dan sasarannya adalah Hindia Belanda. (hal. 3)

  1. Paviliun belakang rumah

  • “Hari itu, Annabele sibuk belajar menjahit bersama pembantunya di paviliun belakang rumah. Sementara, Jantje berlarian ke sana ke mari sambil membidikkan pistol-pistolan kayunya ke segala arah. Beberapa jongos ikut bermain menemaninya, berpura-pura kesakitan karena terkena tembakan pistol Jantje” (hal. 137)

  1. Rumah sakit

  • “Awalnya, Garrelt ragu membawa keluarganya pindah karena Lizbeth, putri sulungnya, sudah biasa mendapatkan perawatan penyakit jantung di sebuah rumah sakit di Batavia.” (hal. 6)

  1. Dapur

  • “Meskipun suasana mencekam, Satirah dan Anna memanggang kue di dapur dengan gembira. Keasyikan membuat kue ternyata membuat mereka mampu sedikit melupakan kondisi buruk yang telah menimpa Hindia Belanda. Aroma wangi kue dalam oven di rumah itu merebak ke mana-mana.” (hal. 198)

  1. Loteng

  • “Jantje dan Annabele tak lagi melulu bersembunyi di loteng rumah keluarga Grunigen.” (hal. 197)

Latar suasana

  1. Hangat

  • “Sejak bayi, si kecil Jantje tak pernah diasuh oleh pembantu. Jika orangtuanya sedang tidak ada di rumah, anak kecil itu selalu berada di dekat kakak-kakaknya. Jantje paling suka jika ketiga kakaknya mengajaknya menari. Bergantian, mereka mengangkat tubuhnya tinggi-tinggi, bergerak ke sana kemari mengikuti irama lagu dari koleksi piringan hitam Lizbeth.” (hal. 49)

  1. Bahagia

  • “Keluarga ini bahagia, selalu melimpahi kasih sayang antara satu sama lain.” (hal.31)

  1. Menyedihkan

  • ““Mama, Mama… Aku rindu Mama…”

Jantje mengigau, memanggil-manggil mamanya. Anna hanya bisa menangis mendengarnya. Anna tersadar, meski-pun tidak pernah memperlihatkannya, Jantje sangat rindu pada orangtuanya. Sesekali, Jantje juga mengigau memanggil Papa, Lizbeth, dan Reina. Oh, sungguh kasihan Jantje.” (hal. 122)

  1. Mengharukan

  • ““Ini adalah hari ulang tahunku, Satirah. Aku ingin merayakannya bersama Jantje. Anak itu masih sangat polos. Setiap saat, aku harus berpikir keras, bagaimana lagi menghiburnya, agar tak sedih dan ketakutan. Malam ini, kami akan merayakannya berdua saja. Terima kasih karena telah menjadikan hari ulang tahunku begitu berkesan…”” (hal. 198)

  1. Memilukan

  • ““Papamu memberitahu, bahwa adikmu… Reina, tak mampu bertahan dari penyakit yang dideritanya. Semalam, Reina mengembuskan napas terakhir di rumah sakit di Amsterdam. Dan kakakmu, Lizbeth, mengalami tekanan hebat karena mendengar kematian adik kalian. Dia mengalami serangan jantung. Saat ini kondisinya koma. Kedua orangtuamu meminta kami menjaga kalian, dan menyampaikan berita duka ini dengan hati-hati. Mereka tak mau ada hal buruk terjadi pada kalian berdua.

Annabele berlari ke kamar tempat Jantje terbaring. Dia sempat menjerit histeris, lalu menangis keras di ruangan tempat orang-orang itu menyampaikan berita duka tentang kematian adiknya. Dia kini mengerti mengapa Robbert terlihat sangat bersedih. Robbert pasti berduka mendengar kematian Reina, yang juga membuat Anna merasa bagaikan Jantungnya ditusuk benda tajam. Rasanya sakit sekali, tak terungkapkan oleh kata-kata.” (hal. 128)


Latar waktu

  1. Pagi hari

  • “Kabar yang bagaikan petir di pagi hari, menciptakan kekalutan dalam hati.” (hal. 128)

  1. Siang hari

  • “Hari itu Bandoeng terasa sangat panas sehingga sebagian orang menghabiskan hampir sepanjang siang di rumah Beberapa anak inlander tampak kelelahan berjalan atau bersepeda menuju rumah sepulang sekolah.” (hal. 66)

  1. Sore hari

  • “Sore itu Reina masuk ke rumah sambil terus tersenyum.” (hal. 56)

  1. Semalam

  • “Semalam, Rebecca, kakak Robbert, sempat datang ke kamar mereka, memberikan beberapa lembar pakaian ganti untuk Anna dan Jantje yang tidak membawa banyak perbekalan ke rumah itu” (hal. 114)

  1. Malam hari

  • “Malam itu, Annabele membacakan buku cerita untuk adik kecilnya.” (hal. 155)


  • Amanat:

  1. Kita harus menjaga keharmonisan dengan keluarga.

  2. Jangan mudah untuk percaya pada orang yang baru dikenal.

  3. Berbuat baik dan memperlakukan semua orang dengan adil tanpa memandang ras, suku, agama, dan status sosial.

  4. Taat pada agama.


  1. Unsur ekstrinsik

Novel ini menggambarkan masa kolonial Belanda yang masih kental akan budaya-budaya seperti budaaya Jawa seperti status atau kasta sosial, tradisi, dan gaya hidup bangsawan pada zaman tersebut yang mencerminkan nilai sosial dan budaya yang disertai dengan adanya penggambaran Keluarga Janshen yang sangat menjunjung adab dan hak asasi manusia yang mendukung nilai moral.


  1. Sinopsis

Kisah hidup Jantje Heinrich Janshen, seorang anak laki-laki bungsu yang akrab disapa menggunakan nama keluarganya, Janshen. Ia berasal dari keluarga Belanda yang tinggal di Indonesia.


Janshen digambarkan sebagai anak yang ceria dan membawa kebahagiaan bagi orang-orang di sekitarnya. Namun, di balik keceriaannya, Janshen juga harus menghadapi berbagai tantangan dalam hidupnya, seperti sakitnya kakak-kakaknya dan perubahan situasi keluarganya akibat kedatangan Nippon ke Hindia Belanda saat itu. Apakah yanfg akan menanti Janshen dalam menghadapi pahitnya nasib yang ia lalui?


  1. Keunggulan

  • Bahasa yang digunakan sederhana sehingga mudah dipahami pembaca.

  • Ceritanya tidak berbelit-belit, penulis dapat mendeskripsikan setiap masalah secara beruntun dan tepat membuat novel ini unik.

  • Cerita ini mengangkat tema yang unik dengan berbalut sedikit komedi yang dapat kita rasakan dari tokoh Janshen. 


  1. Kekurangan

Masih terdapat beberapa salah penulisan atau pencetakan kata (typo) pada novel yang mengurangi kepuasan dalam membaca seperti pada halaman 3

“Tiba-tiba saja, ibu mereka mengumumkan kehamilan keempatnya. Berita itu mendatangkan kebahagiaan baru bari Garrelt yang memang masih berharap besar dikaruniai anak laki-laki.” (hal. 3)

Yang terdapat kesalahan cetak pada “bari” yang seharusnya “bagi”.


  1. Kesimpulan

Novel ini direkomendasikan bagi Anda yang menyukai cerita Sejarah dan kehidupan seseorang, apalagi novel ini dibalut dengan bahasa yang ringan sehingga memungkinkan para pembaca lebih memahami alur yang diceritakan dengan pembawaannya yang unik.




Comments

Sedang Populer